A.
LATAR
BELAKANG
Perkembangan
dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat
seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang akan
diaktualisasikan dan dimanifestasi. Bila dalam proses ini hilang dinamikanya
disebabkan oleh rusaknya sifat bakat seseorang atau oleh kurangnya stimulasi
dalam lingkungan, atau oleh hambatan dalam interaksi bakat dan lingkungan,
timbullah gangguan dalam perkembangan seseorang. Sifat gangguan tadi juga
banyak dipengaruhi oleh usia pada waktu gangguan itu datang. Seringkali
gangguan tersebut menonjol pada salah satu aspek kepribadian seseorang,
misalnya gangguan dalam jasmani dan psikomotorik, dalam aspek intelektual,
sosial, moral dan kadang kala juga gangguan dalam aspek emosianal (Hewett,
1968).
Salah satu
penyakit yang mengganggu perkembangan anak adalah autis. Sebagaimana diketahui
masalah autisme kini sudah semakin luas dikenal masyarakat. Bukan saja karena
anak-anak autistic bagitu banyak jumlahnya, namun juga karena peningkatan
jumlah tersebut terjadi demikian cepat dari waktu ke waktu. Dan bukan pula
terjadi di daerah atau wilayah tertentu melainkan terjadi di seluruh dunia,
baik di Negara-negara maju, maupun Negara-negara berkembang, diantaranya tanah
air kita Indonesia. Kami tertarik membahas autisme karena akhir-akhir ini makin
banyak data yang menunjukkan bahwa autisme mempunyai sifat-sifat tersendiri
diantara gangguan mental dan gangguan tingkah laku yang lain. Autisme
diketemukan pada empat sampai lima dari 10.000 orang dengan rasio perbandingan
3 sampai 4 anak laki-laki terhadap 1 anak wanita (van Berchelaer-Onnes, 1992). Autisme
erat kaitannya dengan masalah fungsi-fungsi organ tubuh yang memberikan
pengaruh pada perilaku anak autistic.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
penyebab adanya penyakit autis?
2.
Apa
ciri-ciri dari penyakit autis?
3.
Apa
tipe-tipe penyakit autis?
4.
Bagaimana
upaya pendampingan yang bisa dilakukan untuk penderita autis?
C.
TUJUAN
1.
Menjelaskan
penyebab adanya penyakit autis.
2.
Menjelaskan
ciri-ciri dari penyakit autis.
3.
Menjelaskan
tipe-tipe penyakit autis.
4.
Menjelaskan
upaya pendampingan yang bisa dilakukan untuk penderita autis.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
Autism syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan
pada ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak. Namun,
tampaknya hal tersebut tidak diakibatkan oleh satu sebab saja. Banyak pemicu
muncul dan menyebabkan autisme. Hal yang telah diketahui umum adalah autism
merupakan gangguan medis di otak, yang menyebabkan gangguan perkembangan
sepanjang hayat. Dan, anak laki-laki lebih berpotensi terkena gangguan ini
dibandingkan anak perempuan. Diperkirakan 1 dari 100 orang mengidap autis
(Baird dkk., 2006, dalam Bowen dan Pimley, 2008), meskipun sangat sulit
menghitung berapa banyak orang yang memiliki autism karena tidak selalu mudah
mengidentifikasikannya. Beberapa orang mungkin akan menjalani hidup dan
mengatasi masalah tersebut tanpa adanya dukungan atau bantuan, sementara yang
lain didiagnosis saat dewasa dan mulai mendapatkan bantuan. Setiap individu
autistik itu unik dan mungkin menunjukkan gangguan yang dimilikinya dengan cara
yang berbeda serta dengan tingkat keparahan yang berbeda. Seringkali autism
terkait dengan gangguan lain, termasuk dispraksia, disleksia, gangguan ADHD,
gangguan obsesif kompulsif, dan epilepsi. Yang pasti, individu dengan autisme
menunjukkan 3 gangguan seperti yang disebutkan Wing.
Gejala-gejala
penyandang autis menurut Delay dan Deinaker (1952), dan Marholin & Phillips
(1976) antara lain sebagai berikut.
1.
Senang
tidur bermalas-malasan atau duduk menyendiri dengan tampang acuh, muka pucat,
dan mata sayuh dan selalu memandang ke bawah
2.
Selalu
diam sepanjang waktu.
3.
Jika
ada pertanyaan terhadapnya, jawabannya sangat pelan dengan nada monoton,
kemudian dengan suara yang aneh ia akan mengucapkan atau menceriterakan dirinya
dengan beberapa kata, kemudian dia menyendiri lagi.
4.
Tidak
pernah bertanya, tidak menunjukkan rasa takut, tidak punya keinginan yang
bermaca-macam, serta tidak menyenangi sekelilingnya.
5.
TIdak
tampak ceria.
6.
Tidak
peduli terhadap lingkungannya, kecuali pada benda yang disukainya, misalnya
boneka.
Plimley dan Bowen (2006, hal.4-5)
menjelaskan karakteristik-karakteristik umum dari gangguan spectrum autism
berikut ini sebagai pedoman bagi para guru atau praktisi di kelas
Komunikasi
1.
Jarang
berbicara
2.
Percakapan
terbatas
3.
Perkembangan
kemampuan berbicara lebih lambat dibandingkan anak-anak sebaya
4.
Tidak
bisa memberikan respon secara spontan
5.
Tidak
bisa masuk ke dalam situasi sosial
6.
Tidak
memiliki keinginan untuk berkomunikasi
Interaksi sosial
1.
Tidak
bisa menjalin ikatan sosial
2.
Menghindari
kontak mata
3.
Keterampilan
bermain terbatas
4.
Tidak
mampu memahami pemikiran orang lain
5.
Tidak
mampu memahami perasaan orang lain
6.
Kesulitan
mentoleransi teman sebayanya
Imajinasi Sosial
1.
Tidak
bisa menggunakan imajinasinya sendiri untuk menciptakan gambaran
2.
Tidak
bisa memahami lelucon
3.
Kesulitan
memulai sebuah permainan dengan anak lain
4.
Tidak
bisa meniru tindakan individu lain
5.
Lebih
memilih untuk dibiarkan sendiri
TIPE-TIPE AUTISME
Berdasarkan perilaku Tipe-tipe autisme
berdasarkan perilakunya dibedakan menjadi:
1. Aloof adalah anak autis yang berusaha menarik diri
dari kontak sosial dengan orang lain dan lebihsuka menyendiri
2. Passive adalah anak autis yang hanya
menerima kontak sosial tapi tidak berudaha untuk menanggapinya
3. Active but
odd adalah anak autis yang melakukan pendekatan tapi hanya bersifat satu sisi
saja dan bersifat aneh
Berdasarkan tingkat kecerdasan Tipe-tipe
autisme berdasarkan tingkat kecerdasannya dibedakan menjadi:
1. Low functioning (IQ rendah). Anak autis tipe low functioning tidak dapat
mengenal huruf dan membaca. Tuntutan yang paling penting adalah kemandirian yang
bersifat basic life skills, misalnya cara menggunakan sabun, menggosok gigi dan
sebagainya.
2. High
functioning (IQ tinggi). Anak autis tipe high functioning memiliki komunikasi
yang baik, pintar, sangat senang dan berminat pada satu bidang, tetapi kurang
berinteraksi sosial (tidak bisa bersosialisasi).
• Berdasarkan
munculnya gangguan Tipe-tipe autisme berdasarkan munculnya gangguan dibedakan
menjadi:
1. Autisme klasik, adalah autisme yang
disebabkan kerusakan saraf sejak lahir. Kerusakan saraf disebabkan oleh virus
rubella (dalam kandungan) atau terkena logam berat (merkuri dan timbal).
2. Autisme regresif, adalah autisme yang muncul saat anak berusia
antara 12-24 bulan. Perkembangan anak sebelumnya relatif normal, namun setelah
usia dua tahun kemampuan anak menjadi merosot.
Upaya pendampingan yang dapat dilakukan
untuk penderita autis adalah pendekata TEACCH. Cakupan program TEACCH bersifat
internasional dan telah sukses menyediakan pendekatan terstruktur untuk anak
autistic sehingga mereka dapat mengatasi perubahan lingkungan di sekolah
(Mesibov dkk., 2006).
a.
Susunan
Ruangan Kelas
Kebanyakan
anak autistic merasa sangat terganggu jika kelas tidak terstruktur dengan baik.
Susunan ruangan kelas dapat memberi batasan pada anak autistic dan juga
meminimalkan gangguan dan rangsangan yang lain yang dapat mengalihkan focus
mereka saat belajar. Susunan ruangan kelas juga harus memberikan petunjuk
kontekstual sehingga anak dapat merasakan dunianya. Contoh, Menempatkan
benda-benda tertentu di tempat yang sama secara konsisten. Anak akan merasa
stress jika hal ini tidak dilakukan.
b.
Jadwal
Harian
Beberapa
cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan perilaku tidak pantas dari anak
autistic adalah dengan memberikan struktur yang jelas dari hari ke hari,
memberi awal dan akhir yang jelas untuk setiap sesi atau tugas yang diberikan.
Hal ini dapat dilakukan dengan menunjukkan gambar-gambar atau kata-kata,
tergantung kebutuhan individu anak. Beberapa anak mungkin membuuhkan sebuah
system. Contoh, setelah tugas diselesaikan kata atau gambar dihilangkan dari
jadwal agar mereka memahami bahwa mereka telah selesai mengerjakan tugas
tersebut.Jadwal harian juga berguna sebagai sarana untuk mengaitkan dengan
pengalaman nyata. Contoh, gambar sendok, garpu, dan piring menunjukkan waktu
makan. Hal ini sangat penting karena anak autistic sering bergantung pada
rangsangan visual yaitu mengasosiasikan tindakan dengan gambar yang
ditunjukkan.
c.
Sistem
Kerja
Sistem
kerja memungkinkan anak autistic memiliki cara kerja yang sistematik. Hal ini
termasuk system kerja tertulis, yang menyediakan intruksi tertulis untuk
menegaskan apa yang harus dilakukan, dan sistem pencocokan, di mana anak
diharapkan dapat mencocokkan angka dengan tugas untuk menunjukkan bahwa
tugasnya telah selesai. Penting untuk menggunakan metode apa pun yang dapat
ditawarkan, karena autistic hanya akan tertarik pada materi yang memotivasi
dirinya.
Berikut
ini adalah panduan yang dapat dilakukan untuk mengatur sekolah atau ruang kelas
untuk anak autistic.
a.
Pengaturan
Tempat Duduk
·
Murid
dapat duduk di mana saja untuk setiap aktifitas pelajaran dan tidak menunjukkan
perilaku menyimpang atau gelisah sehubungan dengan pengaturan tempat duduknya,
tetapi membutuhkan arahan verbal mengenai di mana di harus duduk.
·
Murid
mendapatkan manfaat dari adanya perpindahan tempat dudukdi kelas yang
menunjukkan bahwa terdapat pengaturan kerja untuk tujuan-tuhuan tertentu.
·
Murid
mendapatkan manfaat dari area tempat duduk utama dengan pergerakan dari dank e
tempat tersebut hanya untuk aktifitas tertentu.
b.
Daerah
Tenang
·
Murid
mendapatkan manfaat saat menggunakan area tenang di kelas atau sekolah dan bisa
pergi dengan inisiatif sendiri ke tempat tersebut saat membutuhkan.
·
Murid
yang dianggap bermasalah mendapatkan manfaat dari kesempatan menggunakan waktu
ekstensif di area tenang selama sebagian hari atau minggu.
·
Murid
mendapatkan manfaat dengan adanya arahan teratur dari guru untuk pindah ken
area tenang di kelas.
c.
Area
yang digunakan saat istirahat atau makan siang
·
Murid
mendapatkan manfaat saat diarahkan ke area khusus di tempat bermain.
·
Murid
mendapatkan manfaat saat melakukan aktifitas yang disukainya ketika istirahat.
·
Murid
mendapat manfaat saat menghabiskan jeda istirahat di area tenang, atau saat
berada di dalam kelompok khusus k,etika istirahat.
d.
Pertimbangan
sensori
·
Pertimbangan
hal-hal disekitar lingkungan belajar yang bisa menyebabkan kesulitan pada anak
akibat kelebihan rangsangan, contohnya kilasan cahaya, jendela, layar computer,
peralatan yang menimbulkan suara, teman-teman sebaya yang membuat gaduh.
Berikut adalah petunjuk dan tips yang
bisa menjadi mekanisme pendukung bagi para guru atau praktisi yang menangani
anak dengan autisme:
1.
Konsistensi
Penting
bagi guru, asisten pengajar dan coordinator ABK untuk memberikan pendekatan
yang konsisten dengan mengomunikasikan secara jelas apa yang diharapkan dari
anak pada hari itu menggunakan bahasa yang bisa dimengerti anak tersebut.
2.
Pemahaman
Saat
menangani anak autisme anda harus memahami setiap perilaku yang terkait dengan
usaha anak untuk berkomunikasi,termasuk perilaku agresif. Anak autis terkadang
menunjukkan perilaku agresif di sepan orang-orang yang hubungannya paling dekat
dengan mereka.
3.
Mengurangi
Kegelisahan
Sebagai
guru dan pendidik kita harus dapat meminimalisir kegelisahan siswa. Karena perubahan
sekecil apapun pada kegiatan penderita autisme dapat menyebabkan kegelisahan.
4.
Perilaku
Untuk
meminimalisasi perilaku tidak pantas, sedapat mungkin guru harus meminimalisasi
pengalih perhatian di kelas. Akan sangat berguna jika anak diberikan area
belajar khusus. Pastikan juga untuk menjadwalkan jeda pendek dalam rutinitas
harian.
5.
Ketrampilan
Sosial
Anak
autis mengalami kesulitan mengungkapkan emosi mereka dengan kata-kata.
Penggunaan media termasuk video mengenai diri mereka sendiri,akan membantu
mengembangkan pemahaman mereka mengenai emosi.
6.
Meningkatkan
Kesadaran
Semua
pihak yang terlibat dengan anak-anak autistic harus memiliki pehaman yang luas
mengenai kebutuhan mereka agar dapat memastikan dilakukannya pendekatanyang
konsisten sepanjang hari.
7.
Pendekatan
Terstruktur
Pendekatan
yang terstruktur dan terpadu sangat penting untuk memberikan pengalaman belajar
yang efektif bagi anak autistic. Level kegelisahan mereka akan berkurang jika
kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang dapat diprediksi serta memberi
tahu apa yang akan terjadi dan kapan. Guru harus dapat mengenali segala pemicu
perilaku dan mengenalkan strategi untuk meminimalisasi hal tersebut.
8.
Bahasa
Saat
mengani anak autistic, berikan instruksi yang jelas dan sederhana, serta
pastikan anda berkomunikasi dalam level yang bisa dimengerti anak. Anda mungkin
harus menggunakan symbol atau gambar untuk membantunya memahami apa yang
diharapkan darinya. Anda juga harus memberikan kesempatan kepadanya untuk
mengembangkan bahasa. Contohnya permainan.
HASIL
OBSERVASI
Kelompok kami melakukan observasi dan
wawancara di SLB di Yogyakarta. Waktu pelaksanaannya adalah
hari Kamis, tanggal 26 Februari 2015. Sesuai dengan materi yang kami dapatkan,
kami mengobservasi 2 dari 3 siswa yang memiliki kelainan autis. Kami juga
mewawancarai seorang guru yang khusus menangani siswa yang memiliki kelainan
autis.
Dari hasil observasi yang kami lakukan
kepada 2 siswa yang memiliki kelainan autis (1 siswa berjenis kelamin laki-laki
dan 1 siswa berjenis kelamin perempuan), kami melihat bahwa ada perbedaan
tingkah laku dari kedua siswa ini. Pada siswa laki-laki cenderung lebih aktif,
namun tetap menyendiri dan selama pembelajaran dia selalu berkeliling/berjalan
di dalam dan luar ruangan kelas. Saat diajak bicara dia cenderung menjawabnya
dengan intonasi yang pelan. Sedangkan pada siswa perempuan kami melihat bahwa
dia lebih cenderung diam dan jarang melakukan aktifitas, kegiatan yang
dilakukannya hanya sebatas memainkaan jari tangannya. Saat diajak berbicara dia
hanya menjawab 1-3 kata. Meskipun dia berada dalam kelompok tapi tetap
cenderung diam dan menyendiri.
Kelompok kami juga melakukan wawancara
kepada salah satu guru yang khusus menangani siswa autis. Beliau sudah 10 tahun
mengabdi menjadi guru siswa ABK. Selama 8 tahun beliau mengajar di sekolah
khusus autis, dan 2 tahun terakhir beliau mengajar di SLB . Di sekolah
autis 1 orang guru menangani 1 orang siswa, namun di SLB ini beliau mengani 3
siswa. Beliau mengatakan bahwa penderita autis di Indonesia dari tahun ke tahun
semakin bertambah banyak. Saat kami bertanya tentang penderita autis beliau
langsung menyangga kami. Seharusnya bukan penderita tapi kelainan, karena
penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Menurut narasumber kami, penyebab autis
ini belum pasti. Namun menurut perkiraannya, autis dapat disebabkan oleh
lingkungan, makanan yang tidak steril, makanan cepat saji, keturunan dan orang
tua yang memiliki riwayat terinfeksi virus tokso
(virus yang berasal dari kotoran hewan).
Menurut narasumber kami, ciri-ciri siswa
autis secara fisik Nampak normal sama seperti anak pada umumnya. Namun
perilakunya tidak sama dengan anak yang normal. Anak autis sangat suka
memperhatikan benda yang berputar. Contohnya kipas angin. Dia bisa
memperhatikan benda tersebut selama berjam-jam. Contoh lainnya pada mainan
mobil-mobilan. Bila anak normal memainkannya dengan cara menjalankan
mobil-mobilan tersebut, namun anak autis memainkannya dengan membalik
mobil-mobilannya dan memutar rodanya. Anak autis juga menyukai sesuatu yang konstan
(gerakan terus menerus), suka sekali melakukan handflopping, gemar menstimuli atau menjilat serta
menempelkan perut dan pipi ke tembok atau lantai, punya bahasa planet (tidak
ada artinya). Ciri lain anak autis adalah tantrum atau marah yang meledak-ledak
dan tidak terhindari. Narasumber kami mengatakan ada 3 tipe autis, yaitu tipe
ringan, sedang, dan berat. Autis tipe ringan akademiknya dapat berjalan.
Pemberian terapi pada tipe ini dapat dilakukan dengan cepat. Autis tipe sedang
akademiknya terbatas. Sedangkan autis tipe berat IQnya tidak sebagus autis tipe
ringan dan sedang. Pendampingan yang dilakukan di sekolah yaitu terapi, yang
melingkupi terapi perilaku, sensor integrasi, wicara, dan okupasi. Kesulitan
beliau dalam mendampingi anak autis adalah beliau harus memahami setiap
karakter anak, karena setiap anak autis memiliki karakter yang berbeda dan
pastilah penanganan yang berbeda.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Autism
syndrome merupakan kelainan yang disebabkan adanya hambatan pada
ketidakmampuan berbahasa yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak.
DAFTAR PUSTAKA
Monks, F.J dan
A.M.P Knoers. Psikologi Perkembangan.
2006. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Thompson,
Jenny. Memahami Anak Berkebutuhan Khusus.
2012. Jakarta: Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar